Pahlawan tanpa tanda jasa Industri 4.0: Kurir dan pengemudi
Read in English
Di awal bulan April, Shopee menuai kritik ketika tweet yang menuduh perusahaan perdagangan elektronik itu mengurangi bayaran pengemudinya menjadi Rp1.500 per paket dari semula Rp2.000 per paket menjadi viral. Berdasarkan wawancara TFR bersama dua kurir Shopee Xpress, ini bukan pertama kalinya perusahaan tersebut menyesuaikan tarif.
“Saya dulu menerima kompensasi Rp45.000 per hari,” kata Bayu, yang telah mengundurkan diri dari Shopee Xpress (SPX) pada Februari. Kompensasi tersebut dihapuskan pada akhir Januari. Bayu mendapat Rp2.500 untuk satu paket. Selain itu, ia harus membayar lima kali cicilan masing-masing sebesar Rp100.000 untuk seragam.
“Untuk Jakarta, tarifnya Rp1.800 per paket. Tarif Rp1.500 per paket itu untuk Surabaya, Semarang, Malang, dan Tasikmalaya. Di Shopee Xpress, tidak ada biaya bensin, biaya parkir, dan biaya lainnya. Rp1.800/paket itu bersih. Tapi di SPX, ada pendapatan terjamin, kalau kurir mengirimkan 40 paket, dia akan mendapat Rp115.000. Paket ke-41 dan seterusnya akan dibayar Rp1.800/paket,” ucap Pardi*, kurir Shopee Xpress lainnya yang memilih merahasiakan namanya.
*bukan nama asli
Kurir SPX harus mengendarai motor mereka sendiri. Tidak ada kompensasi untuk perawatan berkala. Kurir juga harus membayar biaya parkir sendiri ketika mereka parkir di sebuah gedung untuk mengirimkan paket, kecuali jika pelanggan memberikan tip. Biaya parkir di gedung rata-rata Rp2.000 untuk motor.
Setelah kabar tersebut tersebar, Shopee mengeluarkan pernyataan yang dikirimkan ke berbagai media. Perusahaan mengatakan bahwa tarif disesuaikan dengan harga pasar dan sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini. Shopee mengonfirmasi bahwa insentif mereka masih termasuk kompetitif di industri logistik.
“Mereka [Shopee] tidak menjelaskan secara detail pada mitra kurir, mereka hanya mengatakan bahwa ini untuk kelangsungan perusahaan dan mereka memastikan bahwa dengan pengurangan tarif, pengemudi akan mengirimkan lebih banyak paket,” tutur Pardi.
Kurir yang dibayar rendah bukanlah isu baru dalam perdagangan elektronik. Pada tahun 2019, SCMP memublikasikan sebuah artikel mengenai kurir Zalora di Malaysia yang mendapatkan kurang dari RM1.960 per bulan. Upah minimum yang direkomendasikan oleh pemerintahan adalah RM2.600. Satu kurir yang diwawancarai oleh SCMP pernah mengirimkan 160 paket dalam sehari - jumlah paket terbanyak yang pernah dia dapatkan. Kurir juga harus mengendarai motor mereka sendiri.
Tidak ada yang bisa menyangkal manfaat yang diberikan oleh perdagangan elektronik kepada pelanggan dan penjual. Perdagangan elektronik menjadi platform utama untuk membeli kebutuhan sehari-hari ketika seluruh dunia mematuhi aturan diam di rumah. Bisnis juga harus bergerak ke penjualan dan pemasaran daring.
Perusahaan perdagangan elektronik membukukan pertumbuhan yang kuat pada tahun 2020. Penjualan makanan dan minuman di Tokopedia meningkat tiga kali lipat selama pandemi. Shopee pada tahun 2020 mencatat rata-rata pemesanan harian sebesar 4,7 juta. Bank Indonesia mencatat 140 juta transaksi daring pada bulan Agustus 2020, sebuah peningkatan drastis dari 80 juta transaksi pada 2019.
Dari sudut pandang pekerja, meskipun pertumbuhan menghasilkan pemasukan, tekanan untuk mengemas dan mengirimkan paket dalam kecepatan dan akurasi tinggi meningkat. Sebagai contoh, berita terbaru mengungkapkan kondisi pekerjaan pekerja gudang Amazon. Mereka terpaksa buang air kecil di botol agar tidak tertinggal dalam menangani paket.
Selama masa penjualan spesial ketika volume pemesanan meledak, kurir SPX memberitahu TFR bahwa mereka bisa mengirimkan sampai 80 paket sehari. Mereka harus bolak-balik ke gudang dan alamat pembeli. Tantangan yang paling umum yang dialami para kurir adalah alamat yang tidak akurat. “Membuang waktu ketika kami harus mengirimkan banyak paket,” ujar semua kurir.
Pengemudi di bawah aplikasi transportasi Go-jek dan Grab menyatakan keprihatinan yang sama - biaya parkir, alamat yang tidak akurat, dan kecelakan kecil. Seperti SPX, pengemudi di Go-jek dan Grab dianggap sebagai ‘mitra’ atau pekerja lepas. Sistemnya hampir serupa dengan SPX, namun pengemudi mendapat lebih banyak manfaat.
“Untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, tidak ada sampai sekarang. Tapi saya dengar dari manajemen bahwa mereka akan mulai [memberikan BPJS] di akhir bulan ini,” ucap Pardi.
Ricky Andrea yang merupakan mitra pengemudi Go-jek dan Grab mengatakan bahwa tidak ada asuransi dari Go-jek, tapi perusahaan itu memiliki program asuransi yang bisa diikuti pengemudi. “Dari Go-jek sendiri, mereka tidak mengharuskan [kami untuk bergabung dalam program asuransi], tapi mereka memberikan kami pilihan. Mitra membayar jumlah tertentu setiap hari. Sebagai contoh, Rp2.000 akan dipotong setiap hari untuk biaya asuransi kami,” jelas Ricky.
Adiyono, mitra pengemudi Go-jek dan Grab, mengatakan, “Ada asuransi tapi tidak ada BPJS.” Pengemudi online lainnya, Jaya, memiliki jawaban lain. “Saya menerima BPJS. Bukannya itu secara hukum wajib?” Undang-Undang Cipta Kerja hanya mengharuskan perusahaan untuk membayarkan BPJS bagi pekerja kontrak dan permanen.
Selain asuransi, perusahaan juga memberikan voucher untuk perawatan motor. “Untuk perawatan motor/ganti oli, biasanya aplikasi memberikan voucher,” ucap Adiyono. Ricky dan Jaya menyebutkan program serupa mengenai perawatan motor. “Go-jek memberikan promosi dan diskon tertentu di tempat-tempat tertentu. Promosi dan diskon itu pilihan, tapi bisa diambil oleh mitra,” ucap Ricky.
Sebelum bekerja sebagai pengemudi online, Jaya memiliki pengalaman bekerja sebagai kurir di sebuah perusahaan logistik. Dia juga membandingkan pengalamannya bekerja di kedua perusahaan tersebut. Di perusahaan logistik, pekerja kontrak mendapatkan gaji pokok, sementara pekerja lepas tidak. Perusahaan logistik tempat Jaya bekerja hanya mempekerjakan pekerja lepas ketika jumlah paket yang harus dikirimkan besar. “Mereka biasanya melakukannya (mempekerjakan pekerja lepas) selama masa sale, seperti 9.9 atau 10.10,” ucap Jaya.
Berdasarkan jawaban tersebut, jelas bahwa ada perbedaan mencolok antara perusahaan logistik dan aplikasi perdagangan elektronik atau transportasi. Meskipun pemasukan utama Go-jek dan Grab adalah transportasi, kedua perusahaan tersebut melabeli dirinya sebagai perusahaan teknologi yang memberikan dukungan bagi pengemudi dan pengguna. Fokus utamanya adalah teknologi. SPX juga merupakan sistem pendukung platform perdagangan elektronik. Membangun divisi pengiriman milik sendiri adalah langkah strategis untuk mengirimkan paket lebih cepat dan untuk memangkas biaya.
Gig economy: Haruskah kita merangkulnya?
Ketika Uber memperkenalkan aplikasi berbagi tumpangan pada tahun 2009, mendemokratisasi pengemudi menjadi mottonya. Fleksibilitas dan kebebasan adalah titik fokusnya karena pengemudi bisa memilih kapan mereka mau bekerja dan pesanan mana yang ingin mereka terima. Uber dipuji sebagai perusahaan rintisan yang disruptif dan makin banyak bisnis serupa yang mulai bermunculan. Model bisnis ini mendorong tren gig economy.
Gig economy adalah sistem pasar bebas yang dibangun di atas fleksibilitas, independensi, kontrak jangka pendek atau posisi temporer. Gig economy mengurangi biaya dan meminimalisir risiko. Gig economy bisa menguntungkan bagi perusahaan kecil dengan anggaran yang terbatas. Gig economy juga tumbuh subur selama masa yang tidak menentu, seperti masa pandemi.
Namun, fleksibilitas dan kebebasan gig economy juga memiliki kekurangannya sendiri. Pekerja di sektor ini memiliki banyak kesamaan dengan pengusaha. Mereka bertanggung jawab untuk proyek, pemasukan dan asuransi mereka sendiri. Tidak ada keamanan kerja, dan pendaoatan bulanan tergantung pada jumlah pekerjaan yang bisa didapatkan oleh seorang pekerja lepas. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa mengganggu keseimbangan pekerjaan-kehidupan karena bekerja di mana saja, kapan saja bisa berarti jam berapa pun dalam satu hari.
“Saya bisa selesai mengirimkan semua paket pada tengah malam karena mereka harus dikirimkan pada hari itu juga,” ucap Pardi. “Sistemnya berantakan.”
“Mereka kadang mulai memindai paket di siang hari, lalu kapten akan memberikan paket pada kurir-kurir ketika pemindaian selesai. Kami mulai mengirimkan paket jam 3 atau 4 sore dan selesai sekitar jam 11 malam,” ucap Bayu. Mereka bekerja delapan jam sehari.
Sebelum era kebangkitan startup teknologi, pekerja lepas sebagian besar bekerja di industri kreatif - musisi yang tampil dari satu panggung ke panggung lainnya, penulis lepas, desainer lepas, penata gaya, penata rias, dan banyak lagi. Namun, para pekerja lepas itu memiliki lebih banyak ruang untuk menegosiasikan bayaran mereka dibandingkan kurir dan pengemudi.
Sebagai permulaan, mereka tidak bergantung pada satu perusahaan. Desainer, misalnya, dapat mempromosikan layanan mereka ke banyak perusahaan. Mereka dapat menegosiasikan bayaran yang lebih tinggi berdasarkan rekam jejak mereka. Kurir, di sisi lain, terikat dengan sebuah aplikasi. Mereka harus masuk ke dalam aplikasi untuk mendapatkan pekerjaan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Mahkamah Agung Inggris pada Februari menetapkan bahwa pengemudi Uber harus diperlakukan sebagai karyawan, bukan pekerja lepas.
Selain itu, fleksibilitas yang disebutkan di atas bisa diperdebatkan. Pengadilan Perancis pada tahun 2020 mengelompokkan pengemudi Uber sebagai karyawan. Dikutip dari TechCrunch, “Jika pengemudi menolak terlalu banyak perjalanan atau mendapat peringkat buruk, pengemudi dapat kehilangan akses ke akunnya. Pengemudi berpartisipasi dalam layanan transportasi yang terkelola dan Uber secara sepihak menetapkan persyaratan operasinya.”
Untuk Go-jek dan Grab, kedua aplikasi tersebut memberlakukan target harian yang harus dicapai pengemudi. Menurut Adiyono, sistem Go-jek bekerja seperti keanggotaan. “Ada target harian dari aplikasi. Grab: 90 berlian per hari. Sedangkan untuk Go-jek, target yang diberikan kepada pengemudi tidak sama satu sama lain. Tergantung pada level (dasar, perak, emas, platinum) pengemudi. Untuk saya (dasar) minimal 900 poin/hari,” jelas Adiyono.
“Performa dipengaruhi pesanan yang kami ambil atau abaikan, atau yang kami batalkan. Saat pengemudi baru saja memulai pekerjaan, performanya 100%. Jika ada dua pesanan dan saya hanya mengambil satu, performa saya akan menjadi 50%. Kalau ada empat pesanan dan saya ambil satu, jadi 25%,” kata Ricky. Poin yang diterima pengemudi dari setiap layanan di aplikasi berbeda-beda.
“Tidak semua akun pengemudi sama. Ada pengemudi yang bisa mendapatkan banyak pesanan,” Ricky melanjutkan. Sebagai contoh, jika ada pesanan di sebuah lokasi dan ada tiga pengemudi yang dekat, aplikasi akan memberikan pesanan tersebut kepada pengemudi yang memiliki catatan yang lebih ‘bersih’ - jarang membatalkan pesanan dan tidak pemilih dalam hal pesanan. “Pengemudi yang menerima satu bintang akan di-suspend. [Pengemudi yang] Harassment mungkin akan diberhentikan. Biasanya suspend pertama, kedua, lalu diberhentikan. Suspend itu seperti peringatan.”
Jam kerja kedua aplikasi transportasi tersebut lebih fleksibel, tetapi mereka mungkin akan membekukan akun yang tidak aktif selama sebulan, kata Ricky. Kurir SPX harus datang setidaknya tiga hari dalam seminggu.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing dalam gig economy. Untuk penulis atau desainer, bentuk kerja dan layanan mereka berbeda-beda. Namun, kurir adalah pekerjaan kasar. Terus terang, siapa pun yang bisa mengendarai sepeda motor bisa menjadi kurir. Selain itu, Indonesia memiliki banyak sekali tenaga kerja berketerampilan rendah. Mereka lebih mungkin terjerat dalam eksploitasi dan menghadapi risiko kehilangan pekerjaan karena otomatisasi.
Pardi dan rekan-rekannya di SPX tidak melihat nilai apa pun pada perubahan yang diterapkan oleh manajemen Shopee. Faktanya, mereka percaya bahwa perubahan tersebut akan menurunkan kinerja kurir. “Berkurangnya tenaga kerja di hub menyebabkan pengiriman ke pelanggan lebih lambat. Kurir menerima bayaran lebih sedikit dan mereka harus menambah jam kerja.”
“Perusahaan mengambil 20% dari pesanan kami. Mudah-mudahan bisa dikurangi,” kata Ricky saat diminta tanggapannya mengenai aplikasi transportasi tersebut. “Lalu edukasi kepada pelanggan, menurut saya. Pelanggan dan pengemudi perlu dididik. Pengemudi juga harus diberikan pendidikan khusus, seperti sistem, etika. Saya berharap perusahaan dapat mendidik lebih dari [memberikan] promosi. Promosi juga penting, tetapi hal-hal ini perlu perhatian.”
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa gaji rendah lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Yang lain mungkin menyarankan untuk keluar dari pekerjaan itu. Namun demikian, ada satu solusi yang disetujui oleh semua kurir, "Saya harap perusahaan lebih memperhatikan kurir mereka.”