Seniman Michael Moebius mendapatkan $120 juta dalam gugatan lawan ratusan pemalsu karya
Seniman Michael Moebius, yang terkenal karena kerap melukis ikon budaya pop meniup permen karet, telah memenangkan gugatan pelanggaran hak cipta “monumental” melawan ratusan pemalsu karyanya.
Moebius dianugerahi penghargaan senilai $120 juta atau sekitar Rp1,7 triliun, yang oleh timnya disebut sebagai “penghargaan terbesar yang diberikan kepada seniman independen yang masih hidup”.
Meskipun demikian, seniman asal Jerman tersebut tetap menyebut kasus ini sebagai puncak gunung es, sebab ada banyak pihak yang memalsukan karya-karya ikoniknya.
“Sungguh gila pelanggaran (hak cipta) di luar sana. Jika Anda mencari ‘Marilyn bubblegum’ di Google, 99% yang muncul adalah karya palsu,” ujar Moebius kepada Artnet News, dikutip Senin (22/5).
Ia turut menyayangkan bagaimana banyak orang yang tidak mengetahui keaslian lukisan Moebius yang dibelinya.
“Jelas sekali saya melakukan hal yang benar, karena karya saya telah menarik perhatian orang-orang lebih dari satu dekade dan membuat mereka bahagia,” terang Moebius.
“Tapi kualitas karya palsu benar-benar memengaruhi saya. Banyak orang yang mempertanyakan apakah milik mereka asli atau palsu. Saya menyesali hal ini dan ini telah memengaruhi pasar,” ungkapnya lagi.
Baca juga: Andy Warhol dinyatakan bersalah atas pelanggaran hak cipta dalam karya cetak saring “Prince Series”
Moebius gugat 399 perusahaan
Sebelumnya, Moebius menggugat sebanyak 399 perusahaan terpisah di Tiongkok dan sejumlah negara asing lainnya, yang diklaim telah melanggar hak ciptanya dengan menjual versi palsu potret karyanya.
Dalam gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Distrik Amerika Serikat (AS) untuk Distrik Utara Illinois itu, Moebius pun menuduh, perusahaan berupaya untuk melindungi diri mereka dari tanggung jawab.
Melalui unggahan di akun Instagram-nya sebelum putusan pengadilan, Moebius sempat mengatakan, “Lebih dari satu dekade, saya telah menghadapi ratusan sampai ribuan pelanggaran hak cipta atas karya saya.”
Adapun putusan yang mengakhiri kasus pelanggaran hak cipta ini dikeluarkan setelah Moebius mengajukan mosi untuk perintah putusan terhadap tiga terdakwa terakhir yang tidak hadir di pengadilan.
Moebius sebelumnya telah memenangkan berbagai putusan
Pada Februari sampai April lalu, Moebius rupanya telah memenangkan sejumlah putusan setelah beberapa terdakwa gagal merespons panggilan pengadilan.
Selama proses pengadilan, sejumlah terdakwa sempat mencoba melawan gugatan yang diajukan sang seniman dengan menyewa seorang pengacara asal Tiongkok untuk merundingkan penyelesaiannya.
Setidaknya sebanyak sembilan perusahaan menandatangani perjanjian penyelesaian dengan Moebius.
Hakim pun memerintah perusahaan itu untuk berhenti menjual produk apa pun tanpa izin dari seniman aslinya.
Lewat keterangan tertulis, tim Moebius menggambarkan bagaimana kasus ini ialah bukti bahwa terdapat permintaan tinggi atas karyanya sekaligus menjaga karya asli dan hak kekayaan intelektual seniman.
Sebagai informasi, saat ini Moebius memiliki kuasa hukum di Singapura dan Uni Eropa untuk mengatasi pelanggaran serupa di negara-negara tersebut.
Di lain sisi, meskipun telah mendapatkan penghargaan senilai jutaan dolar, tim Moebius mengatakan pihaknya seharusnya bisa memperoleh miliaran dolar jika sebelumnya tidak mengajukan permohonan kepada Digital Millennium Copyright Act (DMCA) untuk menurunkan karya-karya palsunya pada situs seperti Amazon dan Alibaba.
Moebius berharap, kemenangannya dalam kasus ini dapat menginspirasi seniman lain di luar sana untuk membela hak ciptanya.
“Apabila seseorang pernah menghadapi hal serupa sebelumnya, saya akan jauh lebih percaya diri untuk mengajukan gugatan ini. Ketika Anda masuk ke dalam kasus seperti ini, selalu ada area yang tidak diketahui, apalagi bagi seniman yang tidak memahami hukum,” pungkasnya.
Sebagai informasi tambahan, melansir PR Newswire, selain populer karena karya ikon budaya popnya, seperti potret Marilyn Monroe dan Audrey Hepburn meniup permen karet, Moebius juga dikenal lantaran kerap mendorong batasan dalam seni kontemporer.
Ia juga aktif mengadvokasi hal-hal yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual (intellectual property) di kalangan seniman.