Museum MACAN persembahkan pameran Kei Imazu “The Sea is Barely Wrinkled”

Museum MACAN mempersembahkan pameran “The Sea is Barely Wrinkled (Laut Nyaris Tak Beriak)” karya perupa Jepang Kei Imazu pada 24 Mei hingga 5 Oktober 2025.

Pameran museum pertama Imazu di Indonesia ini terinspirasi dari novel berjudul “Mr. Palomar” (1983) karya penulis Italia Italo Calvino, di mana laut menjadi metafora bagi kesinambungan dan kedalaman, tenang di permukaan, namun penuh dengan arus yang tak terlihat.

Hal ini selaras dengan eksplorasi artistik Imazu terhadap sejarah: berlapis dan terus berubah di bawah permukaan yang terlihat.

Adapun “The Sea is Barely Wrinkled” sendiri berakar pada riset Imazu yang berkelanjutan terhadap kawasan Sunda Kelapa di Jakarta Utara, yang dahulu merupakan pelabuhan penting dari masa ke masa; mulai dari pusat perdagangan maritim pada masa pra-kolonial hingga masa kekuasaan Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).

Baca juga: Teater Pandora & Museum MACAN gelar pertunjukan teater imersif

Menyorot peristiwa tenggelamnya kapal Batavia

Pameran ini menyoroti peristiwa kapal Batavia yang karam pada 1629 di lepas pantai Australia Barat, sebuah insiden sejarah yang melambangkan runtuhnya ambisi kolonial di hadapan kekuatan alam yang tak tergoyahkan.

Melalui karyanya, Imazu menyorot kerentanan kondisi ekologis kawasan pesisir Jakarta masa kini, di antaranya banjir musiman, turunnya permukaan tanah, dan tantangan lingkungan lainnya yang terus membentuk masa depan kota ini.

Pasalnya, sejak menetap di Indonesia sejak 2018, Imazu terinspirasi oleh cara masyarakat lokal memandang sejarah, bukan sebagai sesuatu yang statis dan terpisah di masa lalu, melainkan sesuatu yang hidup dan diwariskan.

“Merupakan sebuah kehormatan bagi saya untuk mempersembahkan pameran tunggal museum pertama saya di Indonesia, di Museum MACAN. Ini merupakan pengalaman yang sangat berharga untuk dapat mengeksplorasi sejarah Jakarta yang kompleks serta isu-isu lingkungannya melalui praktik artistik saya,” ujar Imazu, dikutip dari siaran pers, Jumat (23/5).

Ia kemudian melanjutkan, “Seringkali, kekuatannya yang tak terlihat dan terlupakan membentuk realitas kita saat ini. Mitos hadir sebagai suara yang menyampaikan narasi-narasi tersembunyi itu, dan melalui pameran ini, saya berupaya memberi wujud pada suara yang nyaris tak terdengar tersebut.”

Karya-karya yang ditampilkan hadir dalam bentuk apa yang ia sebut sebagai “peta waktu”, yaitu sebuah kerangka visual yang melepaskan diri dari garis waktu linear untuk menunjukkan bagaimana masa lalu, masa kini, dan masa depan saling terhubung secara mendalam.

Dalam karyanya, ia memadukan teknik melukis tradisional dengan manipulasi digital dan pemodelan tiga dimensi, merujuk pada peristiwa, arsip, dan artefak bersejarah, serta mitologi lokal untuk mengeksplorasi hubungan antara kolonialisme, perubahan lingkungan, dan perkembangan urban.

Beberapa tokoh mitologis pun turut hadir, seperti Dewi Sri dan Nyi Roro Kidul, sebagai simbol dari ikatan spiritual yang kuat antara manusia, tanah, dan laut. 

Secara keseluruhan, pameran ini menghadirkan ruang publik untuk merenungkan hubungan kita dengan alam yang kerap terabaikan serta sejarah yang membentuknya.

“Melalui praktik artistiknya, ia merangkai mitologi, ekologi, dan ingatan dalam jalinan yang tak lekang oleh waktu dan sangat relevan dalam kehidupan kita hari ini,” ujar Direktur Museum MACAN Venus Lau.

Selama pekan pembukaan, Museum MACAN akan menyelenggarakan serangkaian program publik, termasuk tur anak-anak dan wicara perupa pada Sabtu (24/5).

Di hari yang sama, akan diselenggarakan wicara “The Sea is Barely Wrinkled: Sebuah Percakapan dengan Kei Imazu”, di mana ia akan mempresentasikan perkembangan praktik artistiknya, mulai dari medium dan teknik yang ia gunakan, hingga bagaimana perpindahannya dari Jepang ke Indonesia.

Jika tertarik untuk hadir ke pameran ini, informasi lebih lanjut dapat dilihat di situs www.museummacan.org atau Instagram @museummacan.