5 jenis cuti yang menjadi hak karyawan
Setiap pekerja atau buruh berhak atas sejumlah jenis cuti. Terkait hak ini, pemerintah Indonesia pun telah memiliki regulasi khusus yang mengatur hak cuti karyawan.
Di Indonesia, aturan cuti karyawan sendiri dijelaskan dalam Pasal 79 – 85, 93, dan 153 Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang mencakup libur nasional, cuti tahunan karyawan, hingga jenis cuti lainnya.
Hanya saja, meskipun sudah diatur dalam perundang-undangan, aturan mengenai cuti karyawan biasanya akan dibahas lebih detail lagi dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, hingga perjanjian kerja bersama.
Penting untuk diketahui, cuti merupakan hak fundamental setiap pekerja, terlepas dari posisi atau jabatan karyawan.
Dengan adanya aturan cuti karyawan tersebut, para pegawai dapat mengajukan ketidakhadiran sementara dari pekerjaan, namun tetap mendapatkan bayarannya. Lantas, apa saja jenis-jenis cuti pegawai?
Jenis-jenis cuti pegawai
Secara umum, terdapat 2 tipe cuti pegawai, yakni cuti berbayar dan tidak berbayar. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai detail macam-macam cuti, yuk simak perbedaan antara kedua jenis cuti ini!
1. Cuti karyawan berbayar
Dikutip dari Mekari, cuti karyawan berbayar (paid leave) adalah jenis cuti yang memungkinkan pegawai untuk mengambil cuti, tetapi tetap menerima gaji bulanan secara penuh.
Setiap pekerja berhak atas sejumlah cuti berbayar, sebagaimana diatur dalam kebijakan pemerintah. Lebih lanjut mengenai cuti berbayar biasanya diatur secara rinci dalam perjanjian kerja.
Baca juga: 5 cara mengatasi hustle culture dan mulai bekerja cerdas
2. Cuti karyawan tidak dibayar
Di sisi lain, sama seperti namanya, unpaid leave atau cuti karyawan tidak berbayar ialah jenis cuti yang memungkinkan pegawai untuk tidak bekerja, namun tidak mendapatkan kompensasi apa pun.
Beberapa perusahaan mengizinkan karyawannya untuk mengajukan cuti tidak berbayar pada saat-saat tertentu, dengan jaminan ia tetap bisa kembali ke posisi atau jabatannya.
Contoh cuti karyawan tidak berbayar misalnya ketika pegawai tersebut masih harus cuti karena alasan pribadi, namun tidak memiliki sisa cuti lagi. Nah, di sinilah perusahaan berhak melakukan pemotongan pada gaji karyawan tersebut.
Hak cuti karyawan secara rinci
Secara rinci, berikut ini berbagai jenis cuti pegawai yang menjadi hak sehingga bisa diambil dan diajukan, berdasarkan aturan yang tertuang di UU, dikutip dari Better Work.
1. Cuti tahunan
Setiap tahunnya, pekerja atau buruh memiliki hak cuti berbayar selama 12 hari. Jenis cuti tahunan ini dapat diperoleh setelah karyawan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pengaturan terkait cuti tahunan biasanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau pun perjanjian kerja bersama.
2. Cuti sakit
Absen dari pekerjaan karena sakit atau cedera adalah jenis cuti di luar cuti tahunan yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya.
Lebih dari itu, perusahaan perlu menyediakan cuti berkelanjutan kepada pekerja yang sakit dengan surat keterangan resmi dari dokter.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 81, 93, dan catatan penjelasan Pasal 93 Ayat 2 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, berikut ini persentase gaji karyawan yang mengajukan cuti sakit dalam periode tertentu:
Dibayar 100% di 4 bulan pertama mengajukan cuti.
Dibayar 75% di 4 bulan ke-2 berikutnya mengajukan cuti.
Dibayar 50% di 4 bulan ke-3 berikutnya mengajukan cuti.
Dibayar 25% di bulan-bulan berikutnya.
Baca juga: 5 tips sukses kerja di startup digital
Selain karena menderita penyakit tertentu, pekerja perempuan juga berhak mendapatkan cuti berbayar pada hari pertama dan kedua haid jika mengalami sakit hingga tidak dapat melakukan pekerjaannya.
3. Cuti pribadi
Jenis cuti selanjutnya adalah cuti pribadi yang bisa diajukan oleh karyawan jika memiliki urusan pribadi, seperti menikah, baptis, sampai ada anggota keluarga yang meninggal dunia.
Secara rinci, berikut ini lama waktu cuti pribadi yang harus disediakan oleh perusahaan untuk setiap pekerjanya:
Pekerja yang cuti karena alasan menikah berhak mendapatkan cuti selama 3 hari.
Pekerja yang cuti karena alasan anaknya menikah berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
Pekerja yang cuti karena alasan mengkhitankan anak berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
Pekerja yang cuti karena alasan membaptis anak berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
Pekerja yang cuti karena alasan istrinya melahirkan atau keguguran berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
Pekerja yang cuti karena alasan ada anggota keluarga yang meninggal dunia (suami/istri, anak, menantu, orang tua/mertua) berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
Pekerja yang cuti karena alasan ada anggota keluarga lainnya yang meninggal dunia berhak mendapatkan cuti selama 1 hari.
4. Cuti melahirkan dan menyusui
Selain cuti berbayar karena haid, perempuan juga berhak mendapatkan gaji penuh selama cuti melahirkan, termasuk 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, sebagaimana disahkan secara tertulis oleh dokter kandungan atau bidan yang bersangkutan.
Dalam hal keguguran, pekerja perempuan berhak atas 1,5 bulan cuti berbayar atau sesuai dengan ketentuan tertulis dari dokter kandungan atau pun bidan.
Durasi cuti untuk melahirkan (sebelum dan sesudah) serta keguguran dapat diperpanjang apabila memang direkomendasikan oleh dokter.
Di samping itu, perusahaan juga harus menyediakan kesempatan dan fasilitas khusus bagi ibu menyusui selama waktu kerja.
Aturan cuti karyawan yang satu ini tak hanya tertuang dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi juga UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 (Pasal 128).
Baca juga: 5 dampak hustle culture dan penyebabnya
5. Cuti untuk kewajiban tertentu
Jenis cuti karyawan yang terakhir adalah cuti untuk menjalani kewajiban tertentu. Pekerja atau buruh harus dibayar penuh apabila mengajukan cuti untuk:
Cuti untuk memenuhi kewajiban kepada negara.
Cuti untuk menjalankan kewajiban keagamaan.
Cuti untuk mengikuti program pendidikan yang diwajibkan oleh perusahaan pemberi kerja.
Cuti untuk melakukan tugas dari serikat pekerja dengan izin dari pihak perusahaan.
Nah, itu dia berbagai jenis cuti pegawai yang perlu diketahui oleh setiap pekerja. Karena ini merupakan hak setiap karyawan, maka jangan lupa untuk selalu memastikan aturan ini dimasukkan ke dalam perjanjian kerja, ya!