Semerbak berkembangnya industri parfum lokal

Ditulis oleh Rahma Yulita | Read in English

Sekitar 4.000 tahun yang lalu, wewangian hanya digunakan untuk kebutuhan ritual keagamaan tertentu. Seperti yang digunakan oleh orang-orang Mesopotamia untuk menghasilkan aroma dari pembakaran dupa.

Sempat digunakan sebagai bahan pengobatan pada abad ke-10 dan hanya dipakai oleh kaum bangsawan di masa kepemimpinan Henry VIII dan Ratu Elizabeth I di Inggris, parfum kini telah menjadi salah satu kebutuhan sekunder yang tidak lepas dari keseharian masyarakat.

Hampir semua orang di dunia menggunakan parfum sebagai pelengkap tampilan mereka. Hal ini dibuktikan dengan semakin maraknya jenama parfum yang menawarkan berbagai jenis aroma unik yang diminati banyak orang.

Bahkan, di Indonesia, industri parfum menjadi salah satu industri yang perkembangannya sangat pesat. Kehadiran e-commerce pun punya andil yang cukup penting dalam perkembangan ini.

Perjalanan parfum di Indonesia

Jika ditarik ke belakang, perjalanan wewangian di Indonesia sudah dimulai sejak era kerajaan Hindu-Buddha. Sama seperti kehadiran parfum di dunia pertama kalinya, parfum pada masa ini juga digunakan sebagai bagian dari upacara keagamaan dan ritual, dibuat dengan mencampurkan racikan bahan-bahan alami, seperti bunga, daun, biji-bijian, dan kayu. 

Memasuki masa kerajaan Islam, parfum digunakan oleh para penguasa untuk melambangkan kekayaan dan kemakmuran.

Pada abad ke-19, parfum buatan Indonesia mulai berkembang melalui pabrik parfum yang dibangun oleh Belanda. Bahan-bahannya pun banyak didatangkan dari Eropa. Pada masa ini, orang Indonesia banyak menggunakan wewangian minyak dengan bau yang menyengat, seperti minyak nyong nyong.

Setelah Indonesia merdeka, industri parfum pun mulai berkembang. Perusahaan parfum berskala nasional mulai dibangun dan menawarkan produk lokal berkualitas kepada konsumen.

Melansir Media Indonesia, penjualan parfum, cologne, dan fragrance pada tahun 2022 meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tak hanya itu, penjualan parfum lokal pun semakin melesat pada 2023 lalu.

Bahkan pada 2022, data dari Google, Temasek, dan Bain Company menyebutkan bahwa sektor e-commerce meningkat hingga mencapai US$59 miliar (atau sekitar Rp922 triliun), salah satunya ditopang oleh produk parfum.

Junior Brand Manager Kitschy Beauty, Siska Syafira menyebutkan bahwa perkembangan ini bahkan banyak yang juga datang dari jenama yang awalnya bukan fokus berjualan parfum, melainkan menjadikan parfum sebagai ekspansi produk bisnisnya, seperti Kitschy Feels.

Kitschy Beauty merupakan jenama kecantikan inklusif yang awalnya menawarkan produk perawatan kulit. Kini, Kitschy memiliki lini parfum dengan nama Kitschy Feels.

“Kalau dilihat sekarang, brand perfume nggak cuma dari satu brand yang pure jualan perfume. Bahkan sekarang beberapa brand kayak dari brand fashion dan brand skincare kayak Kitschy sudah mulai merambah ke sana,” jelas perempuan yang akrab disapa Siska ini.

Ia menambahkan, “Karena Kitschy Beauty sendiri juga awalnya datang dan launching dari varian skincare dulu, baru another step-nya kita merambah ke dunia fragrance.”

Siska menjelaskan bahwa industri parfum saat ini semakin marak berkembang, dan hal ini dapat dilihat dari banyaknya jenama baru yang bermunculan. “Kalau dibilang marak, aku setuju, karena benar-benar banyak banget dan hampir setiap bulan kita bisa lihat muncul brand baru. Atau mungkin hampir setiap bulan kita bisa lihat brand-brand fragrance ini launching new scent.”

Stigma negatif parfum lokal mulai tergerus zaman

Jenama parfum lokal mulai marak bermunculan pada 2017-2018. Namun sayangnya, pada masa itu masih ada stigma negatif tentang parfum lokal. Salah satunya yaitu parfum lokal identik dengan parfum isi ulang botolan, memiliki bau sintetik menyengat, dan aromanya terlalu kuat namun kurang sedap.

Ini menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat kurang meminati parfum lokal. Seiring berjalannya waktu, barulah industri parfum lokal semakin berkembang dengan lahirnya jenama-jenama baru.

Memasuki tahun 2020-2021, perkembangannya semakin melesat lagi. Salah satu jenama lokal, HMNS, bahkan tidak hanya populer di kalangan anak muda Indonesia, tetapi juga telah menjual salah satu produk parfumnya, Ambar Janma, di Paris.

Hal ini tentu dipengaruhi oleh cara masing-masing jenama menempatkan diri di pasar yang terus berubah-ubah saat ini. Misalnya, Kitschy Beauty mengajak muse yang masih selaras dengan persona brand untuk semakin memperluas target pasarnya.

Tidak hanya itu, strategi pemasaran juga menjadi kunci yang menentukan bagaimana jenama parfum dapat diterima di masyarakat, sekaligus menyingkirkan stigma negatif yang awalnya memeluk industri ini. Kini, parfum lokal mulai semakin sering dan ramai diperbincangkan, seperti di platform media sosial X.

Siska bercerita bahwa kali ini, Kitschy Beauty mengajak Rania Yamin sebagai muse untuk produk parfum terbarunya. Sebelumnya, mereka memilih Nadin Amizah sebagai muse-nya.

“Untuk kolaborasi bareng Rania ini persiapannya setahun lebih sampai akhirnya launching. Ini kita pikirin kalau kita pengen Kitschy punya suara dan Rania-nya punya suara. Feels dari Rania tetep kedengeran di Kitschy, tapi buat Kitschy-nya sendiri juga nggak hilang,” ungkapnya.

Konsistensi dan inovasi menjadi “scent” utama

“Aku percaya saat kita mau ngeluarin produk itu jauh lebih gampang daripada maintain (produk) itu supaya sustain ke depannya,” ujar Siska. Hal ini menjadi salah satu concern yang perlu dicari solusinya bagi para jenama parfum yang ingin terus eksis di tengah persaingan yang ketat ini.

Menurut Siska, memang industrinya sedang berkembang dengan sangat pesat. Namun, bukan berarti jenama parfum bisa mengabaikan kualitas dan kebutuhan pelanggan hanya demi merilis produk dalam waktu singkat.

“Pergerakannya cukup cepat, jadi orang berlomba-lomba buat keluarin scent secepat mungkin. Sebagai brand harus punya USP yang bisa membedakan kita dengan brand lainnya. Jangan sampai menurunkan standar kualitas, ngeluarin apa-apa jadi ngasal karena terkesan buru-buru,” tambahnya.

Mempertahankan kualitas tak hanya dari sisi produk saja, tetapi juga dari jenama itu sendiri. Oleh karena itu, Kitschy Beauty sering mengikuti kegiatan offline. Bagi Siska, kegiatan offline merupakan salah satu kesempatan yang baik untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pelanggan secara langsung. Dengan begitu, jenama dapat memperbaiki kinerja dan melakukan inovasi agar mampu memberikan layanan serta produk yang lebih baik lagi.

Nggak cuma dari produknya, tapi juga kita as a brand, gimana kita bisa berkomunikasi sama customer. Makanya kita punya keywords-keywords yang harapannya bisa membantu audiens kita lebih paham wangi parfum kita.”

Apalagi mengingat kehadiran parfum lokal saat ini sudah bisa bersaing dengan jenama parfum dari luar. Siska menuturkan bahwa jenama lokal punya kualitas yang bagus dan kompetitif secara harga.

Ditambah lagi, jenama lokal saat ini berkembang pesat karena mereka mau melakukan perbaikan demi memenuhi kebutuhan pelanggan. “Since industrinya masih berkembang banget, tapi kita juga nggak tutup telinga buat menerima saran, punya kualitas yang bisa ditawarin, jadi aku cukup pede dengan perkembangan parfum lokal,” tutupnya.


Artikel terkait


Berita terkini